Makalah ISBD ( Manusia, Nilai, Moral dan Hukum



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia, nilai, moral, dan hukum merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Dewasa ini masalah-masalah serius yang dihadapi bangsa Indonesia berkaitan dengan nilai, moral, dan hukum antara lain mengenai kejujuran, keadilan, menjilat, dan perbuatan negatif lainnya sehingga perlu dikedepankan pendidikan agama dan moral karena dengan adanya panutan, nilai, bimbingan, dan moral dalam diri manusia akan sangat menentukan kepribadian individu atau jati diri manusia, lingkungan sosial dan kehidupan setiap insan. Pendidikan nilai yang mengarah kepada pembentukan moral yang sesuai dengan norma kebenaran menjadi sesuatu yang esensial bagi pengembangan manusia yang utuh dalam konteks sosial.
1.2 Rumusan Masalah
Makalah ini membahas sekelumit mengenai manusia, nilai, moral, dan hukum yang mencakup hal-hal berikut:
·         Manusia, Nilai dan Moral serta bentuk perwujudannya
·         Manusia dan Hukum
·         Hubungan Hukum dan Moral
·         Hukum dan Keadilan







BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan.Kata mores ini mempunyai sinonim mos,moris,manner mores atau manners,morals. Dalam bahasa Indonesia,kata moral berarti akhlak (bahasa Arab)atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.Kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang menjadi etika. Secara etimologis ,etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima masyarakat umum tentang sikap,perbuatan,kewajiban,dan sebagainya.
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Jadi moral adalah tata aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang mengatur kehidupan manusia untuk melakukan perbuatan tertentu dan sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi manusia yang baik.
2.2. Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Menurut Cheng(1995): Nilai merupakan sesuatu yang potensial,dalam arti terdapatnya hubungan yang harmonis dan kreatif ,sehingga berfungsi untuk menyempurnakan manusia ,sedangkan kualitas merupakan atribut atau sifat yang seharusnya dimiliki(dalam Lasyo,1999,hlm.1). Menurut Lasyo(1999,hlm.9)sebagai berikut: Nilai bagi manusia merupakan landasan atau motivasidalam segala tingkah laku atau perbuatannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai yaitu sesuatu yang menjadi etika atau estetika yang menjadi pedoman dalam berperilaku.

·         Ciri-ciri Nilai
Sifat-sifat nilai menurut Bambang Daroeso (1986) adalah sebagai berikut:
a.       Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia misalnya kejujuran.
b.      Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan cita-cita, dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal.
c.       Niali berfungsi sebagai daya dorong atau motivator dan manusia adalah pendukung nilai.
·         Macam-macam Nilai
Dalam filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu:
a.       Nilai logika adalah nilai benar atau salah
b.      Nilai estetika adalah nilai indah tidak indah
c.       Nilai etika/moral adalah nilai naik buruk
Notonegoro (dalam Kaelan, 2000) menyebutkan adanya 3 macam nilai:
a.       Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia.
b.      Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegitan atau aktivitas.
c.       Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia
Nilai kerohanian meliputi:
a.       Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
b.      Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsure perasaan (emotion) manusia.
c.       Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsure kehendak (karsa, Will) manusia.                

1)      Nilai Moral sebagai Sumber Budaya
                Ada dua jenis sumber etika atau moral, yaitu dari Tuhan Yang Maha Esa (etika atau moral kodrat) dan dari manusia (etika atau moral budaya). Kebudayaan paling sedikit memiliki tiga wujud, yaitu:
1.       Keseluruhan ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya.
2.       Keseluruhan aktivitas kelakuan berpola dari manusia disebut sistem sosial.
3.       Benda hasil karya manusia. 
        Budaya bersifat relatif artinya ada yang mendukung dan ada yang tidak mendukung, sehingga dapat disimpulkan bahwa budaya atau tradisi tersebut ada yang baik dan ada yang buruk.

2)      Nilai Moral sebagai Rujukan Nilai Budaya
                Etika adalah nilai-nilai berupa norma-norma moral yang menjadi pedoman hidup bagi seseorang atau kelompok orang dalam berperilaku atau berbuat. Etika dalam arti ini disebut sistem nilai budaya. Sistem nilai budaya merupakan gambaran perilaku baik, benar, dan bermanfaat yang terdapat dalam pikiran.
3)      Nilai Moral sebagai Nilai-nilai Luhur Budaya Bangsa
                Nilai moral adalah nilai atau hasil perbuatan yang baik, sedangkan norma moral adalah norma yang berisi cara bagaimana berbuat baik.
4)      Nilai Moral sebagai Hasil Penilaian
                Kebudayaan dalam kaitannya dengan ilmu sosial budaya dasar adalah penciptaan, penertiban, dan pengelolaan nilai-nilai insani, tercakup dalam usaha memanusiakan diri dalam alam lingkungan, baik fisik maupun sosial.
5)      Nilai Moral sebagai Nilai Objektif dan Nilai Subjektif Bangsa
                Sistem nilai mengandung tiga unsur, yaitu norma moral sebagai acuan perilaku, keberlakuan norma moral hasilnya perbuatan baik, dan nilai-nilai sebagai produk perbuatan berdasarkan norma moral.
6)      Nilai Moral sebagai Kebudayaan dan Peradaban sebagai Nilai Masyarakat
                Menilai artinya memberi pertimbangan bahwa sesuatu itu bermanfaat atau tidak, baik atau buruk, dan benar atau salah. Hasil penilaian tersebut disebut nilai. Hasil karya manusia memiliki nilai estetika, sedangkan adat tata kelakuan dan sistem sosial memiliki nilai etika.
                Sistem nilai ini adalah produk budaya hasil pengalaman hidup yang berlangsung terus-menerus, terbiasa yang akhirnya disepakati bersama sebagai pedoman hidup mereka, dan sebagai identitas kelompok masyarakat.




2.3. Pengertian Hukum
Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurusi tata tertib suatu masyarakat dan harus ditaati oleh masyarakat tersebut. Hukum pada dasarnya adalah bagian dari norma yaitu norma hukum.
            Pola-pola perilaku merupakan cara-cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut.Setiap tindakan manusia dalam masyarakat selalu mengikuti pola-pola perilaku masyarakat tadi.Pola perilaku berbeda dengan kebiasaan. Kebiasaan merupakan cara bertindak seseorang yang kemudian diakui dan mungkin diikuti oleh orang lain. Pola perilaku dan norma-norma yang dilakukan dan dilaksanakan pada khususnya apabila seseorang berhubungan dengan orang lain, dinamakan social organization
Fungsi Hukum yaitu:
1.      Sebagai alat pengukur tertib hubungan masyarakat
2.      Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan social
3.      Sebagai penggerak pembangunan

·         Hubungan Hukum Dan Moral
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.
Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur tatanan (organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial (social order) yang bernama: masyarakat. Guna membangun dan mempertahankan tatanan sosial masyarakat yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan (hukum) dan si pengatur(kekuasaan).

Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali. Ada pepatah roma yang mengatakan “quid leges sine moribus?” (apa artinya undang-undang jika tidak disertai moralitas?). dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa disertai moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral, perundang-undangan yang immoral harus diganti. Disisi lain moral juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpa hukum hanya angan-angan saja kalau tidak di undangkan atau di lembagakan dalam masyarakat.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyataannya ‘mungkin’ ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dan moral. Untuk itu dalam konteks ketatanegaraan indonesia dewasa ini. Apalagi dalam konteks membutuhkan hukum.
Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas hukum tampak kosong dan hampa (Dahlan Thaib,h.6). Namun demikian perbedaan antara hukum dan moral sangat jelas.
Menurut filsuf Kant (1724 - 1804) perbedaan antara hukum dan moral terletak pada tuntutan terhadap dua jenis kaidah. Kaidah hukum mengarah diri hanya untuk perbuatan lahiriah. Jadi berperilaku hukum sesuai dengan yang diperintahkan. Lain dengan kaidah moral yang mempunyai kaitan dengan alasan atau motivasi yang dilakukannya perbuatan lahiriyah. Pendek kata hukum berkaitan dengan lahiriah dan moral berkaitan dengan batiniah dan lahiriah. Tapi hal ini sudah ketinggalan dalam hukum moderen sehingga dapat disimpulkan lagi kaidah tersebut dibagi menjadi tiga. Pertama kaidah hukum yang tidak dapat dimasukkan dalam kaidah terpenting yang dikenal manusia. Disini suatu kaidah hukum bersifat netral atau teknikal dan secara moral adalah indiferen namun tujuannya tetap mengacu pada moral dan perlindungan hidup manusia. Kedua adalah kaidah hukum yang dipandang sebagai kaidah yang penting bagi manusia, dan kaidah yang paling penting itu adalah kaidah hukum moral. Sehingga disini terjadi tumpang tindih antara moral dan hukum. Ketiga adalah kaidah moral yang mengatasi hukum. Banyak kaidah moral yang berada diluar hukum positif seperti hubungan afektif, hubungan ikatan keluarga dan hubungan lingkungan persahabatan.
Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten :
1.        Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secara sistematis dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki kepastian dan objektif dibanding dengan norma moral. Sedangkan norma moral lebih subjektif dan akibatnya lebih banyak ‘diganggu’ oleh diskusi yang yang mencari kejelasan tentang yang harus dianggap utis dan tidak etis.
2.        Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri sebatas lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.
3.        Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan,pelanggar akan terkena hukuman. Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh bagian luar, sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitas hanya hati yang tidak tenang.
4.        Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akirnya atas kehendak negara. Meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara seperti hukum adat, namun hukum itu harus di akui oleh negarasupaya berlaku sebagai hukum.moralitas berdasarkan atas norma-norma moral yang melebihi pada individu dan masyarakat. Dengan cara demokratis atau dengan cara lainmasyarakat dapat mengubah hukum, tapi masyarakat tidak dapat mengubah atau membatalkan suatu norma moral. Moral menilai hukum dan tidak sebaliknya.
Sedangkan Gunawan Setiardja membedakan hukum dan moral :
1.        Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan uhkum alam sedangkan moral berdasarkan hukum alam.
2.        Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari luar diri manusia), sedangkan moral bersifat otonom (datang dari diri sendiri).
3.        Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat dipaksakan,
4.        Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk sanksi kodrati, batiniah, menyesal, malu terhadap diri sendiri.
5.        Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.
6.        Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat, sedangkan moral secara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu (1990,119).
hubungan hukum dan moral :
HUKUM
MORAL
  1. BERASAL DARI  PERJANJIAN
  2. HAK-HAK YURIDIS DAPAT DISERAHKAN ORANG LAIN
  3. TERBATAS PADA BIDANG HIDUP LAHIR
  1. MELEKAT PADA PRIBADI  MANSIA
  2. HAK  MORAL TAK DPT DISERAHKAN ORANG LAIN
  3. MELIPUTI BIDANG HIDUP LAHIR DAN BATIN

·         Hukum dan Keadilan
Pada dasarnya manusia menghendaki keadilan, manusia memiliki tanggung jawab besar terhadap hidupnya, karena hati nurani manusia berfungsi sebagai index, ludex, dan vindex . Proses reformasi menunjukkan bahwa hukum harus ditegakkan demi terwujudnya supremasi hukum dalam rangka menegakkan kebenaran dan keadilan sesuai dengan tujuan hukum: Ketertiban, keamanan, ketentraman, kedamaian, kesejahteraan, kebenaran dan keadilan. Pemikiran filosofis keadilan yang berkaitan dengan filsafat hukum berkaitan erat dengan pemikiran John Rawls mengungkapkan 3 faktor utama yaitu :
1. perimbangan tentang keadilan (Gerechtigkeit)
2. kepastian hukum (Rechtessisherkeit)
3. kemanfaatan hukum (Zweckmassigkeit) .
Keadilan berkaitan erat dengan pendistribusian hak dan kewajiban, hak yang bersifat mendasar sebagai anugerah Ilahi sesuai dengan hak asasinya yaitu hak yang dimiliki seseorang sejak lahir dan tidak dapat diganggu gugat. Keadilan merupakan salah satu tujuan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Keadilan adalah kehendak yang ajeg, tetap untuk memberikan kepasa siapapun sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat dan tuntutan jaman. Para ilmuwan dan filosof memberikan pengertian keadilan berbeda-beda sesuai dengan pandangan dan tujuannya:
1. Aristoteles, keadilan adalah kebajikan yang berkaitan dengan hubungan antar manusia: keadilan legalis, distributif dan komutatif.
2. Thomas Aquinas, keadilan terbagi 2 yaitu keadilan umum (justitia generalis) dan keadilan khusus (justitia specialis)
3. W. Friedmann, keadilan yang diformulasikan Aristoteles merupakan kontribusi pengembangan filsafat hukum, beliau membedakan keadilan menjadi tiga: keadikan hukum, keadilan alam dan keadilan abstrak dan kepatutan.
4. Notohamidjojo, membagi keadilan menajdi 3 yaitu keadilan kreatif (iustitia creativa), keadilan protektif (iustitia protetiva) dan keadilan sosial (iustitia socia)
5. Rouscoe Pound, keadilan 2 bagian : keadilan bersifat yudicial dan keadilan administratif
6. John Rawl, keadilan adalah keadaan keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama
7. Paul Scholten, keadilan tidak boleh bertentangan dengan hati nurani, hukum tanpa keadilan bagaikan badan tanpa jiwa
Indonesia sebagai negara hukum (Rechtsstaat) pada prinsipnya bertujuan untuk menegakkan perlindungan hukum (iustitia protectiva). Hukum dan cita hukum (Rechtidee) sebagai perwujudan budaya. Perwujudan budaya dan peradaban manusia tegak berkat sistem hukum, tujuan hukum dan cita hukum (Rechtidee) ditegakkan dalam keadilan yang menampilkan citra moral dan kebajikan adalah fenomena budaya dan peradaban. Manusia senantiasa berjuang menuntut dan membela kebenaran, kebaikan, kebajikan menjadi cita dan citra moral kemanusiaan dan citra moral pribadi manusia.
Keadilan senantiasa terpadu dengan asas kepastian hukum (Rechtssicherkeit) dan kedayagunaan hukun (Zeweckmassigkeit). Tiap makna dan jenis keadilan merujuk nilai dan tujuan apa dan bagaimana keadilan komutatif, distributif maupun keadilan protektif demi terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin warga negara, yang pada hakikatnya demi harkat dan martabat manusia.
Kewajiban negara untuk menegakkan cita keadilan sebagai cita hukum itu tersirat didalam asas Hukum Kodrat yang dimaksud untuk mengukur kebaikan Hukum Positif, apakah betul-betul telah sesuai dengan aturan yang berasal dari Hukum Tuhan, dengan perikemanusiaan dan perikeadilan dengan kebaikan Hukum Etis dan dengan asas dasar hukum umum abstrak Hukum Filosofis .
Hukum berfungsi sebagai pelindungan kepentingan manusia, agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan secara profesional. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung normal, damai, tertib. Hukum yang telah dilanggar harus ditegakkan melalui penegakkan hukum. Penegakkan hukum menghendaki kepastian hukum, kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiable terhadap tindakan sewenang-wenang. Masyarakat mengharapkana danya kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan tertib, aman dan damai. Masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan penegakkan hukum. Hukum adalah untuk manusia maka pelaksanaan hukum harus memberi manfaat, kegunaan bagi masyarakat jangan sampai hukum  dilaksanakan menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. Contoh paling aktual dalam penegakan hokum adalah tentang Perda Kawasan Bebas Rokok misalnya. Peraturan ini secara normatif sangat baik karena perhatian yang begitu besar terhadap kesehatan masyarakat. Namun, apakah telah berjalan efektif? Ternyata belum. Karena, fasilitas yang minim, juga aparat penegaknya yang terkadang tidak memberikan contoh yang baik. Sama halnya dengan masyarakat perokok, kebiasaan untuk merokok di tempat-tempat publik adalah suatu budaya yang agak sulit diberantas. Oleh karenanya, penegakan hukum menuntut konsistensi dan keberanian dari aparat. Juga, hadirnya fasilitas penegakan hukum yang optimal adalah suatu kemestian. Misalnya, perda kawasan bebas rokok harus didukung dengan memperbanyak tanda-tanda larangan merokok, atau menyediakan ruangan khusus perokok, ataupun memasang alarm di ruangan yang sensitif dengan asap.
Rasa keadilan harus diberlakukan dalam setiap lingkungan kehidupan manusia yang terkait dengan masalah hukum, sebab hukum terutama filsafat hukum menghendaki tujuan hukum tercapai yaitu :
a. Mengatur pergaulan hidup secara damai
b. Mewujudkan suatu keadilan
c. Tercapainya keadilan berasaskan kepentingan, tujuan dan kegunaan, kemanfaatan dalam hidup bersama.
d. Menciptakan suatu kondisi masyarakat yang tertib, aman dan damai.
e. Hukum melindungi setiap kepentingan manusia di dalam masyarakat sesuai dengan hukum yang berlaku, sehingga terwujud kepastian hukum (rechmatigkeit) dan jaminan hukum (Doelmatigkeit)
f. Meningkatkan kesejahteraan umum (populi) dan mampu memelihara kepentingan umum dalam arti kepentingan seluruh anggota masyarakat serta memberikan kebahagiaan secara optimal kepada sebanyak mungkin orang, dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya (utilitarianisme).
g. Mempertahankan kedamaian dalam masyarakat atas dasar kebersamaan sehingga terwujud perkembangan pribadi atas kemauan dan kekuasaan, sehingga terwujud “pemenuhan kebutuhan manusia secara maksimal” dengan memadukan tata hubungan filsafat, hukum, dan keadilan.

·         Proses Terbentuknya Etika, Moral , Norma dan Hukum dalam Masyarakat dan Negara
Proses terbentuknya nilai, etika, moral, norma, dan hokum merupakan proses yang berjalan melalui suatu kebiasaan untuk berbuat baik yang tertanam karena dilatihkan, suatu kesiapsediaan untuk bertindak secara baik, dan kualitas jiwa yang baik dalam membantu kita untuk hirup secar benar. Seseorang akan dinilai baik atau buruk sebagaimana manusia dinilai dari moralitas yang dimiliknya, karena moralitas otoritas tertinggi dalam penilaian manusia sebagai manusia. Salah satu mekanisme yang dapat membentuk jati diri yang berkualitas adalah keutamaan moral yang mencakup nilai, norma, dan etika

·         Perwujudan Nilai, Etika, Moral, dan Norma dalam kehidupan Masyarakat dan Negara
Perwujudan nilai-nilai, etika, moral dalam keyakinan iman bias saja diterapkan sebagai hukumjika norma moral yang terkandung didalamnya bersifat universal. Artinya dalam keyakinan iman yang lain pun tercermin norma moral yang kurang lebih sama. Misalnya norma moral yang terkandung dalam agama untuk menghormati agama lain dengan cara member toleransi itu sifatnya universal. Oleh karena itu, norma tersebut bias saja terapkan dalam hokum. Keadilan, ketertiban dan kesejahteraan masyarakat sebagai wujud masyarakat bermoral dan menaati hokum.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia, nilai, moral dan hukum adalah suatu hal yang saling berkaitan dan saling menunjang. Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan melaksanakan dengan ikhlas mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi keselarasan dan harmoni kehidupan.

3.2 Saran
Penegakan hukum harus memperhatikan keselarasan antara keadilan dan kepastian hukum. Karena, tujuan hukum antara lain adalah untuk menjamin terciptanya keadilan (justice), kepastian hukum (certainty of law), dan kesebandingan hukum (equality before the law).
Penegakan hukum-pun harus dilakukan dalam proporsi yang baik dengan penegakan hak asasi manusia. Dalam arti, jangan lagi ada penegakan hukum yang bersifat diskriminatif, menyuguhkan kekerasan dan tidak sensitif jender. Penegakan hukum jangan dipertentangkan dengan penegakan HAM. Karena, sesungguhnya keduanya dapat berjalan seiring ketika para penegak hukum memahami betul hak-hak warga negara dalam konteks hubungan antara negara hukum dengan masyarakat sipil.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar