BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia, nilai, moral, dan hukum merupakan
sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Dewasa ini masalah-masalah serius yang
dihadapi bangsa Indonesia berkaitan dengan nilai, moral, dan hukum antara lain
mengenai kejujuran, keadilan, menjilat, dan perbuatan negatif lainnya sehingga
perlu dikedepankan pendidikan agama dan moral karena dengan adanya panutan,
nilai, bimbingan, dan moral dalam diri manusia akan sangat menentukan
kepribadian individu atau jati diri manusia, lingkungan sosial dan kehidupan
setiap insan. Pendidikan nilai yang mengarah kepada pembentukan moral yang
sesuai dengan norma kebenaran menjadi sesuatu yang esensial bagi pengembangan
manusia yang utuh dalam konteks sosial.
1.2 Rumusan Masalah
Makalah ini membahas sekelumit mengenai manusia, nilai,
moral, dan hukum yang mencakup hal-hal berikut:
·
Manusia,
Nilai dan Moral serta bentuk perwujudannya
·
Manusia
dan Hukum
·
Hubungan
Hukum dan Moral
·
Hukum dan Keadilan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata bahasa Latin mores
yang berarti adat kebiasaan.Kata mores ini mempunyai sinonim mos,moris,manner
mores atau manners,morals. Dalam bahasa Indonesia,kata moral berarti akhlak
(bahasa Arab)atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata
tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.Kata
moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang menjadi etika. Secara
etimologis ,etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima masyarakat
umum tentang sikap,perbuatan,kewajiban,dan sebagainya.
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan
seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang
itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima
serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai
moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan
Agama. Jadi moral adalah tata aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang
mengatur kehidupan manusia untuk melakukan perbuatan tertentu dan sebagai
pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi manusia yang baik.
2.2. Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu,
menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti
sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Menurut Cheng(1995):
Nilai merupakan sesuatu yang potensial,dalam arti terdapatnya hubungan yang
harmonis dan kreatif ,sehingga berfungsi untuk menyempurnakan manusia
,sedangkan kualitas merupakan atribut atau sifat yang seharusnya dimiliki(dalam
Lasyo,1999,hlm.1). Menurut Lasyo(1999,hlm.9)sebagai berikut: Nilai bagi manusia
merupakan landasan atau motivasidalam segala tingkah laku atau perbuatannya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai yaitu sesuatu yang menjadi etika atau
estetika yang menjadi pedoman dalam berperilaku.
·
Ciri-ciri Nilai
Sifat-sifat nilai menurut
Bambang Daroeso (1986) adalah sebagai berikut:
a. Nilai
itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia misalnya kejujuran.
b. Nilai
memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan cita-cita, dan suatu
keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal.
c. Niali
berfungsi sebagai daya dorong atau motivator dan manusia adalah pendukung
nilai.
·
Macam-macam Nilai
Dalam filsafat, nilai
dibedakan dalam tiga macam, yaitu:
a. Nilai
logika adalah nilai benar atau salah
b. Nilai
estetika adalah nilai indah tidak indah
c. Nilai
etika/moral adalah nilai naik buruk
Notonegoro (dalam Kaelan,
2000) menyebutkan adanya 3 macam nilai:
a. Nilai
material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau
kebutuhan ragawi manusia.
b. Nilai
vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegitan atau aktivitas.
c. Nilai
kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia
Nilai
kerohanian meliputi:
a. Nilai
kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
b. Nilai
keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsure perasaan (emotion)
manusia.
c. Nilai
kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsure kehendak (karsa, Will)
manusia.
1)
Nilai Moral sebagai
Sumber Budaya
Ada
dua jenis sumber etika atau moral, yaitu dari Tuhan Yang Maha Esa (etika atau
moral kodrat) dan dari manusia (etika atau moral budaya). Kebudayaan paling
sedikit memiliki tiga wujud, yaitu:
1. Keseluruhan
ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya.
2. Keseluruhan
aktivitas kelakuan berpola dari manusia disebut sistem sosial.
3. Benda
hasil karya manusia.
Budaya
bersifat relatif artinya ada yang mendukung dan ada yang tidak mendukung,
sehingga dapat disimpulkan bahwa budaya atau tradisi tersebut ada yang baik dan
ada yang buruk.
2)
Nilai Moral sebagai
Rujukan Nilai Budaya
Etika
adalah nilai-nilai berupa norma-norma moral yang menjadi pedoman hidup bagi
seseorang atau kelompok orang dalam berperilaku atau berbuat. Etika dalam arti
ini disebut sistem nilai budaya. Sistem nilai budaya merupakan gambaran
perilaku baik, benar, dan bermanfaat yang terdapat dalam pikiran.
3)
Nilai Moral sebagai
Nilai-nilai Luhur Budaya Bangsa
Nilai
moral adalah nilai atau hasil perbuatan yang baik, sedangkan norma moral adalah
norma yang berisi cara bagaimana berbuat baik.
4)
Nilai Moral sebagai Hasil
Penilaian
Kebudayaan
dalam kaitannya dengan ilmu sosial budaya dasar adalah penciptaan, penertiban,
dan pengelolaan nilai-nilai insani, tercakup dalam usaha memanusiakan diri
dalam alam lingkungan, baik fisik maupun sosial.
5)
Nilai Moral sebagai Nilai
Objektif dan Nilai Subjektif Bangsa
Sistem
nilai mengandung tiga unsur, yaitu norma moral sebagai acuan perilaku,
keberlakuan norma moral hasilnya perbuatan baik, dan nilai-nilai sebagai produk
perbuatan berdasarkan norma moral.
6)
Nilai Moral sebagai
Kebudayaan dan Peradaban sebagai Nilai Masyarakat
Menilai
artinya memberi pertimbangan bahwa sesuatu itu bermanfaat atau tidak, baik atau
buruk, dan benar atau salah. Hasil penilaian tersebut disebut nilai. Hasil
karya manusia memiliki nilai estetika, sedangkan adat tata kelakuan dan sistem
sosial memiliki nilai etika.
Sistem
nilai
ini adalah produk budaya hasil pengalaman hidup yang berlangsung terus-menerus,
terbiasa yang akhirnya disepakati bersama sebagai pedoman hidup mereka, dan
sebagai identitas kelompok masyarakat.
2.3. Pengertian Hukum
Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan)
yang mengurusi tata tertib suatu masyarakat dan harus ditaati oleh masyarakat
tersebut. Hukum pada dasarnya adalah bagian dari norma yaitu norma hukum.
Pola-pola perilaku
merupakan cara-cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus
diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut.Setiap tindakan manusia dalam
masyarakat selalu mengikuti pola-pola perilaku masyarakat tadi.Pola perilaku
berbeda dengan kebiasaan. Kebiasaan merupakan cara bertindak seseorang yang
kemudian diakui dan mungkin diikuti oleh orang lain. Pola perilaku dan
norma-norma yang dilakukan dan dilaksanakan pada khususnya apabila seseorang
berhubungan dengan orang lain, dinamakan social organization
Fungsi Hukum yaitu:
1.
Sebagai alat pengukur tertib hubungan masyarakat
2.
Sebagai sarana untuk mewujudkan
keadilan social
3.
Sebagai penggerak pembangunan
·
Hubungan Hukum
Dan Moral
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang
tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal
yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana ada masyarakat di situ ada
hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu bangunan struktur
sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat
sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu,
dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.
Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula
manusia membentuk suatu struktur tatanan (organisasi) di antara dirinya yang
dikenal dengan istilah tatanan sosial (social order) yang bernama: masyarakat.
Guna membangun dan mempertahankan tatanan sosial masyarakat yang teratur ini,
maka manusia membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan
(hukum) dan si pengatur(kekuasaan).
Antara hukum dan moral terdapat
hubungan yang erat sekali. Ada pepatah roma yang mengatakan “quid leges sine
moribus?” (apa artinya undang-undang jika tidak disertai moralitas?). dengan
demikian hukum tidak akan berarti tanpa disertai moralitas. Oleh karena itu
kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral, perundang-undangan yang
immoral harus diganti. Disisi lain moral juga membutuhkan hukum, sebab moral
tanpa hukum hanya angan-angan saja kalau tidak di undangkan atau di lembagakan
dalam masyarakat.
Meskipun hubungan hukum dan moral
begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyataannya
‘mungkin’ ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang
immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dan moral. Untuk itu
dalam konteks ketatanegaraan indonesia dewasa ini. Apalagi dalam konteks
membutuhkan hukum.
Kualitas hukum terletak pada bobot
moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas hukum tampak kosong dan hampa (Dahlan
Thaib,h.6). Namun demikian perbedaan antara hukum dan moral sangat jelas.
Menurut filsuf Kant (1724 - 1804)
perbedaan antara hukum dan moral terletak pada tuntutan terhadap dua jenis
kaidah. Kaidah hukum mengarah diri hanya untuk perbuatan lahiriah. Jadi
berperilaku hukum sesuai dengan yang diperintahkan. Lain dengan kaidah moral
yang mempunyai kaitan dengan alasan atau motivasi yang dilakukannya perbuatan
lahiriyah. Pendek kata hukum berkaitan dengan lahiriah dan moral berkaitan
dengan batiniah dan lahiriah. Tapi hal ini sudah ketinggalan dalam hukum
moderen sehingga dapat disimpulkan lagi kaidah tersebut dibagi menjadi tiga. Pertama
kaidah hukum yang tidak dapat dimasukkan dalam kaidah terpenting yang dikenal
manusia. Disini suatu kaidah hukum bersifat netral atau teknikal dan secara
moral adalah indiferen namun tujuannya tetap mengacu pada moral dan
perlindungan hidup manusia. Kedua adalah kaidah hukum yang dipandang sebagai
kaidah yang penting bagi manusia, dan kaidah yang paling penting itu adalah
kaidah hukum moral. Sehingga disini terjadi tumpang tindih antara moral dan
hukum. Ketiga adalah kaidah moral yang mengatasi hukum. Banyak kaidah moral
yang berada diluar hukum positif seperti hubungan afektif, hubungan ikatan
keluarga dan hubungan lingkungan persahabatan.
Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten :
1.
Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas,
artinya dibukukan secara sistematis dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena
itu norma hukum lebih memiliki kepastian dan objektif dibanding dengan norma
moral. Sedangkan norma moral lebih subjektif dan akibatnya lebih banyak
‘diganggu’ oleh diskusi yang yang mencari kejelasan tentang yang harus dianggap
utis dan tidak etis.
2.
Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia,
namun hukum membatasi diri sebatas lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut
juga sikap batin seseorang.
3.
Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan
sanksi yang berkaitan dengan moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat
dipaksakan,pelanggar akan terkena hukuman. Tapi norma etis tidak bisa
dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh bagian luar, sedangkan perbuatan etis
justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitas hanya hati
yang tidak tenang.
4.
Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akirnya
atas kehendak negara. Meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara seperti
hukum adat, namun hukum itu harus di akui oleh negarasupaya berlaku sebagai
hukum.moralitas berdasarkan atas norma-norma moral yang melebihi pada individu
dan masyarakat. Dengan cara demokratis atau dengan cara lainmasyarakat dapat mengubah
hukum, tapi masyarakat tidak dapat mengubah atau membatalkan suatu norma moral.
Moral menilai hukum dan tidak sebaliknya.
Sedangkan Gunawan Setiardja membedakan hukum dan moral
:
1.
Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis,
konsesus dan uhkum alam sedangkan moral berdasarkan hukum alam.
2.
Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom
(datang dari luar diri manusia), sedangkan moral bersifat otonom (datang dari
diri sendiri).
3.
Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat
dipaksakan,
4.
Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral
berbentuk sanksi kodrati, batiniah, menyesal, malu terhadap diri sendiri.
5.
Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan
manusia dalam kehidupan bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan manusia
sebagai manusia.
6.
Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada
waktu dan tempat, sedangkan moral secara objektif tidak tergantung pada tempat
dan waktu (1990,119).
hubungan
hukum dan moral :
HUKUM
|
MORAL
|
|
|
·
Hukum
dan Keadilan
Pada dasarnya manusia
menghendaki keadilan, manusia memiliki tanggung jawab besar terhadap hidupnya,
karena hati nurani manusia berfungsi sebagai index, ludex, dan vindex
. Proses reformasi menunjukkan bahwa hukum harus ditegakkan demi
terwujudnya supremasi hukum dalam rangka menegakkan kebenaran dan keadilan
sesuai dengan tujuan hukum: Ketertiban, keamanan, ketentraman, kedamaian,
kesejahteraan, kebenaran dan keadilan. Pemikiran filosofis keadilan yang
berkaitan dengan filsafat hukum berkaitan erat dengan pemikiran John Rawls
mengungkapkan 3 faktor utama yaitu :
1. perimbangan tentang
keadilan (Gerechtigkeit)
2. kepastian hukum (Rechtessisherkeit)
3. kemanfaatan hukum (Zweckmassigkeit)
.
Keadilan berkaitan erat
dengan pendistribusian hak dan kewajiban, hak yang bersifat mendasar sebagai
anugerah Ilahi sesuai dengan hak asasinya yaitu hak yang dimiliki seseorang
sejak lahir dan tidak dapat diganggu gugat. Keadilan merupakan salah satu
tujuan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Keadilan adalah kehendak
yang ajeg, tetap untuk memberikan kepasa siapapun sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan masyarakat dan tuntutan jaman. Para ilmuwan dan filosof memberikan
pengertian keadilan berbeda-beda sesuai dengan pandangan dan tujuannya:
1. Aristoteles, keadilan adalah kebajikan yang
berkaitan dengan hubungan antar manusia: keadilan legalis, distributif dan
komutatif.
2. Thomas Aquinas, keadilan terbagi 2 yaitu keadilan
umum (justitia generalis) dan keadilan khusus (justitia specialis)
3. W. Friedmann, keadilan yang diformulasikan
Aristoteles merupakan kontribusi pengembangan filsafat hukum, beliau membedakan
keadilan menjadi tiga: keadikan hukum, keadilan alam dan keadilan abstrak dan
kepatutan.
4. Notohamidjojo, membagi keadilan menajdi 3 yaitu
keadilan kreatif (iustitia creativa), keadilan protektif (iustitia
protetiva) dan keadilan sosial (iustitia socia)
5. Rouscoe Pound, keadilan 2 bagian : keadilan
bersifat yudicial dan keadilan administratif
6. John Rawl, keadilan adalah keadaan keseimbangan
antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama
7. Paul Scholten, keadilan tidak boleh bertentangan
dengan hati nurani, hukum tanpa keadilan bagaikan badan tanpa jiwa
Indonesia sebagai negara
hukum (Rechtsstaat) pada prinsipnya bertujuan untuk menegakkan perlindungan
hukum (iustitia protectiva). Hukum dan cita hukum (Rechtidee)
sebagai perwujudan budaya. Perwujudan budaya dan peradaban manusia tegak berkat
sistem hukum, tujuan hukum dan cita hukum (Rechtidee) ditegakkan dalam
keadilan yang menampilkan citra moral dan kebajikan adalah fenomena budaya dan
peradaban. Manusia senantiasa berjuang menuntut dan membela kebenaran,
kebaikan, kebajikan menjadi cita dan citra moral kemanusiaan dan citra moral
pribadi manusia.
Keadilan senantiasa terpadu
dengan asas kepastian hukum (Rechtssicherkeit) dan kedayagunaan hukun (Zeweckmassigkeit).
Tiap makna dan jenis keadilan merujuk nilai dan tujuan apa dan bagaimana
keadilan komutatif, distributif maupun keadilan protektif demi terwujudnya
kesejahteraan lahir dan batin warga negara, yang pada hakikatnya demi harkat
dan martabat manusia.
Kewajiban negara untuk menegakkan cita keadilan sebagai cita hukum itu
tersirat didalam asas Hukum Kodrat yang dimaksud untuk mengukur kebaikan Hukum
Positif, apakah betul-betul telah sesuai dengan aturan yang berasal dari Hukum
Tuhan, dengan perikemanusiaan dan perikeadilan dengan kebaikan Hukum Etis dan
dengan asas dasar hukum umum abstrak Hukum Filosofis .
Hukum berfungsi sebagai pelindungan kepentingan manusia, agar kepentingan
manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan secara profesional. Pelaksanaan
hukum dapat berlangsung normal, damai, tertib. Hukum yang telah dilanggar harus
ditegakkan melalui penegakkan hukum. Penegakkan hukum menghendaki kepastian
hukum, kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiable terhadap tindakan
sewenang-wenang. Masyarakat mengharapkana danya kepastian hukum karena dengan
adanya kepastian hukum masyarakat akan tertib, aman dan damai. Masyarakat
mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan penegakkan hukum. Hukum adalah untuk
manusia maka pelaksanaan hukum harus memberi manfaat, kegunaan bagi masyarakat
jangan sampai hukum dilaksanakan
menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. Contoh paling aktual dalam penegakan hokum adalah
tentang Perda Kawasan Bebas Rokok misalnya. Peraturan ini secara normatif
sangat baik karena perhatian yang begitu besar terhadap kesehatan masyarakat.
Namun, apakah telah berjalan efektif? Ternyata belum. Karena, fasilitas yang
minim, juga aparat penegaknya yang terkadang tidak memberikan contoh yang baik.
Sama halnya dengan masyarakat perokok, kebiasaan untuk merokok di tempat-tempat
publik adalah suatu budaya yang agak sulit diberantas. Oleh karenanya,
penegakan hukum menuntut konsistensi dan keberanian dari aparat. Juga, hadirnya
fasilitas penegakan hukum yang optimal adalah suatu kemestian. Misalnya, perda
kawasan bebas rokok harus didukung dengan memperbanyak tanda-tanda larangan
merokok, atau menyediakan ruangan khusus perokok, ataupun memasang alarm di
ruangan yang sensitif dengan asap.
Rasa keadilan harus
diberlakukan dalam setiap lingkungan kehidupan manusia yang terkait dengan
masalah hukum, sebab hukum terutama filsafat hukum menghendaki tujuan hukum
tercapai yaitu :
a. Mengatur pergaulan hidup secara damai
b. Mewujudkan suatu keadilan
c. Tercapainya keadilan berasaskan kepentingan, tujuan
dan kegunaan, kemanfaatan dalam hidup bersama.
d. Menciptakan suatu kondisi masyarakat yang tertib,
aman dan damai.
e. Hukum melindungi setiap kepentingan manusia di
dalam masyarakat sesuai dengan hukum yang berlaku, sehingga terwujud kepastian
hukum (rechmatigkeit) dan jaminan hukum (Doelmatigkeit)
f. Meningkatkan kesejahteraan umum (populi) dan
mampu memelihara kepentingan umum dalam arti kepentingan seluruh anggota masyarakat
serta memberikan kebahagiaan secara optimal kepada sebanyak mungkin orang,
dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya (utilitarianisme).
g. Mempertahankan kedamaian dalam masyarakat atas
dasar kebersamaan sehingga terwujud perkembangan pribadi atas kemauan dan
kekuasaan, sehingga terwujud “pemenuhan kebutuhan manusia secara maksimal”
dengan memadukan tata hubungan filsafat, hukum, dan keadilan.
·
Proses
Terbentuknya Etika, Moral , Norma dan Hukum dalam Masyarakat dan Negara
Proses terbentuknya nilai, etika, moral, norma, dan hokum merupakan proses
yang berjalan melalui suatu kebiasaan untuk berbuat baik yang tertanam karena
dilatihkan, suatu kesiapsediaan untuk bertindak secara baik, dan kualitas jiwa
yang baik dalam membantu kita untuk hirup secar benar. Seseorang akan dinilai
baik atau buruk sebagaimana manusia dinilai dari moralitas yang dimiliknya,
karena moralitas otoritas tertinggi dalam penilaian manusia sebagai manusia.
Salah satu mekanisme yang dapat membentuk jati diri yang berkualitas adalah
keutamaan moral yang mencakup nilai, norma, dan etika
·
Perwujudan
Nilai, Etika, Moral, dan Norma dalam kehidupan Masyarakat dan Negara
Perwujudan
nilai-nilai, etika, moral dalam keyakinan iman bias saja diterapkan sebagai
hukumjika norma moral yang terkandung didalamnya bersifat universal. Artinya
dalam keyakinan iman yang lain pun tercermin norma moral yang kurang lebih
sama. Misalnya norma moral yang terkandung dalam agama untuk menghormati agama
lain dengan cara member toleransi itu sifatnya universal. Oleh karena itu,
norma tersebut bias saja terapkan dalam hokum. Keadilan, ketertiban dan
kesejahteraan masyarakat sebagai wujud masyarakat bermoral dan menaati hokum.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia, nilai, moral dan hukum adalah suatu hal yang saling
berkaitan dan saling menunjang. Sebagai warga negara kita perlu mempelajari,
menghayati dan melaksanakan dengan ikhlas mengenai nilai, moral dan hukum agar
terjadi keselarasan dan harmoni kehidupan.
3.2 Saran
Penegakan hukum harus memperhatikan keselarasan antara keadilan
dan kepastian hukum. Karena, tujuan hukum antara lain adalah untuk menjamin
terciptanya keadilan (justice), kepastian hukum (certainty of law), dan
kesebandingan hukum (equality before the law).
Penegakan hukum-pun harus dilakukan dalam proporsi yang baik
dengan penegakan hak asasi manusia. Dalam arti, jangan lagi ada penegakan hukum
yang bersifat diskriminatif, menyuguhkan kekerasan dan tidak sensitif jender.
Penegakan hukum jangan dipertentangkan dengan penegakan HAM. Karena,
sesungguhnya keduanya dapat berjalan seiring ketika para penegak hukum memahami
betul hak-hak warga negara dalam konteks hubungan antara negara hukum dengan
masyarakat sipil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar